Pajak Influencer Endorsement

sst8.com/ Pajak Influencer Endorsement – Cara Hitungnya, Influencer sekarang tuh udah kayak selebriti versi 2.0. Mereka gak selalu nongol di TV, gak semua punya agensi besar, tapi impact-nya bisa lebih gila. Satu posting di Instagram bisa bikin produk ludes, satu video TikTok bisa bikin tren mendunia, satu podcast bisa nge-boost brand jadi hype. Itu semua basically bentuk endorsement.

Nah, endorsement ini menarik banget buat dibahas, bukan cuma dari sisi marketing tapi juga sisi pajak. Karena yes, duit yang masuk ke kantong influencer dari endorsement itu technically penghasilan. Dan kalau udah ngomongin penghasilan, pasti nyangkut ke pajak.

Pertanyaannya: gimana cara hitung pajak buat influencer dari endorsement? Apalagi pola bayarannya unik: ada yang cash, ada yang barter (produk gratis), ada yang kombinasi. Kita bahas tuntas, biar gak ada lagi cerita influencer kaya raya tapi ngeles dari pajak.

Endorsement Sebagai Penghasilan

Definisi dasar dulu. Endorsement itu ketika influencer dibayar buat promosi produk/jasa. Bentuk bayarannya bisa:

  1. Uang tunai → misalnya Rp20 juta buat satu posting Instagram + satu IG Story.
  2. Barang/jasa → misalnya dikasih tas branded senilai Rp15 juta sebagai imbalan bikin konten.
  3. Campuran → dapet Rp10 juta + produk gratis senilai Rp5 juta.

Nah, semua bentuk ini dianggap penghasilan. Termasuk yang barter. Jadi kalau lo dikasih skincare Rp2 juta, itu bukan sekadar “gift”, tapi dihitung juga sebagai penghasilan yang kena pajak.


Kategori Pajaknya

Secara regulasi Indonesia, penghasilan influencer dari endorsement masuk ke:

  • PPh Pasal 21 (jika influencer dianggap karyawan tetap brand/agensi) → jarang banget terjadi, kecuali ada kontrak jangka panjang.
  • PPh Pasal 23 (jika dibayar oleh perusahaan, dengan potong 2%) → umum banget buat kerja sama brand besar.
  • PPh Orang Pribadi (kalau influencer terima langsung) → masuk hitungan tahunan di SPT.

Influencer biasanya dianggap pekerja bebas/freelancer. Jadi secara default, pajak jatuhnya ke PPh 21 Non-Karyawan atau dipotong PPh 23 kalau klien adalah perusahaan.

Skema Pemotongan Pajak

Contoh:

  • Brand A hire influencer buat campaign. Bayaran Rp50 juta.
  • Kalau Brand A perusahaan resmi → wajib potong pajak 2% (PPh 23). Jadi yang ditransfer ke influencer cuma Rp49 juta, sementara Rp1 juta setor ke kas negara.
  • Kalau influencer gak punya NPWP → potongannya 4% (lebih mahal 100%).

Kalau gak ada potongan sama sekali (misalnya brand UKM, atau deal personal) → influencer wajib lapor sendiri dalam SPT Tahunan.

Perhitungan Pajak Tahunan

Pajak orang pribadi Indonesia pakai tarif progresif. Per 2025:

  • 0 – Rp60 juta → 5%
  • Rp60 – Rp250 juta → 15%
  • Rp250 – Rp500 juta → 25%
  • Rp500 juta – Rp5 miliar → 30%
  • Rp5 miliar → 35%

Jadi kalau influencer dapet total endorsement Rp300 juta setahun, pajaknya gak flat, tapi pakai sistem berlapis.


Simulasi Hitungan Pajak Endorsement

Case 1: Influencer Mikro

  • Penghasilan setahun dari endorsement Rp40 juta.
  • Masih di bawah PTKP (Rp60 juta).
  • Pajak terutang = nihil. Tapi wajib lapor.

Case 2: Influencer Menengah

  • Penghasilan endorsement Rp200 juta setahun.
  • Kena tarif:
    • 60 juta × 5% = Rp3 juta
    • 140 juta × 15% = Rp21 juta
    • Total pajak = Rp24 juta setahun.

Case 3: Influencer Besar

  • Penghasilan endorsement Rp800 juta setahun.
  • Kena tarif:
    • 60 juta × 5% = Rp3 juta
    • 190 juta × 15% = Rp28,5 juta
    • 250 juta × 25% = Rp62,5 juta
    • 300 juta × 30% = Rp90 juta
    • Total pajak = Rp184 juta setahun.

Lumayan nyesek kalau dilihat nominalnya. Tapi ya begitulah sistem progresif. Makin gede income, makin tinggi persenannya.


Endorsement Barter: Ribet Tapi Ada

Misalnya lo influencer fashion, dikasih tas branded seharga Rp30 juta buat satu posting IG. Walaupun gak dapet cash, tas itu dihitung sebagai penghasilan natura.

Cara hitungnya:

  • Nilai pasar wajar tas = Rp30 juta.
  • Itu dianggap penghasilan kena pajak.
  • Jadi lo tetep wajib masukin ke SPT.

Kalau lo barter terus, bisa jadi lo kaya “di atas kertas” tapi cash flow lo seret. Ini tantangan real buat influencer.


Biaya yang Bisa Dikurangin

Influencer boleh kok ngurangin biaya operasional buat ngitung pajak bersih. Namanya deductible expense. Contoh:

  • Beli kamera, lighting, tripod → investasi konten.
  • Bayar tim editor/video → biaya produksi.
  • Internet, pulsa, listrik → operasional.
  • Transport ke lokasi shooting.

Jadi misalnya penghasilan endorsement Rp300 juta, tapi biaya produksi Rp100 juta, maka pajak dihitung dari Rp200 juta (netto), bukan Rp300 juta.

Ini yang banyak influencer belum paham. Mereka pikir semua dihitung kotor. Padahal bisa diatur biar lebih fair.


Tantangan di Lapangan

  1. Banyak influencer gak punya NPWP
    Akhirnya kalau ada potongan pajak, tarifnya lebih tinggi. Rugi sendiri.
  2. Endorsement barter susah dihitung
    Nilai pasar barang sering diperdebatkan. Brand bilang harga Rp20 juta, padahal harga diskon cuma Rp12 juta.
  3. Cash flow vs kewajiban pajak
    Banyak influencer kaya di atas kertas tapi duit real gak ada. Ini bikin mereka kesulitan bayar pajak.
  4. Minim literasi pajak
    Banyak yang gak ngerti cara isi SPT, atau takut lapor karena bingung.

Perbandingan Negara Lain

  • AS: Influencer wajib lapor semua penghasilan, termasuk barter (disebut “income in kind”). IRS ketat banget.
  • Inggris: HMRC bikin panduan khusus untuk influencer soal pajak endorsement.
  • Australia: Barang barter dihitung berdasarkan nilai pasar, wajib lapor.
  • Indonesia: Baru 2020-an DJP mulai ngejar influencer, bahkan beberapa sempet dipanggil buat klarifikasi.

Jadi tren global: semua negara udah mulai serius ngepajakin influencer.

baca juga


Masa Depan Pajak Influencer

Ke depan, sistem bakal makin digital. Ada kemungkinan:

  1. Platform report langsung ke DJP
    Kayak YouTube/Meta otomatis lapor income kreator ke otoritas pajak.
  2. Endorsement tracking
    Agensi/brand wajib lapor nilai kontrak ke DJP. Jadi gak bisa ngeles.
  3. Simplified tax scheme
    Bisa jadi ada PPh final buat influencer kecil, biar gampang.
  4. Audit gaya digital
    DJP bisa cek lifestyle influencer (mobil, tas branded, liburan) dibanding penghasilan yang dilaporin. Kalau mismatch, siap-siap diperiksa.

Penutup

Jadi, gimana cara hitung pajak endorsement influencer? Jawabannya simple tapi ribet: semua penghasilan dihitung, baik cash maupun barter, terus dikurangi biaya produksi, baru kena tarif progresif. Kalau dibayar perusahaan, biasanya dipotong 2% di awal.

Influencer sekarang udah jadi profesi legit. Dan kalau udah legit, ya gak bisa kabur dari pajak. Bedanya sama dulu? Sekarang semua makin transparan. Jadi lebih aman kalau influencer main fair, lapor apa adanya.

Karena ujung-ujungnya, bukan soal “bayar pajak itu beban”, tapi soal lo dianggap resmi sebagai bagian dari ekonomi digital Indonesia. Dan trust me, itu lebih valuable daripada ngumpet-ngumpet tapi was-was tiap kali DJP trending di Twitter.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top