https://sst8.com/ Apakah Podcaster Harus Bayar Pajak? Lo pernah denger kalimat klasik ini: “Bro, podcast gue udah mulai dapet sponsor, lumayan lah buat tambahan.” Nah, di balik kata lumayan, ada satu bayangan gelap yang suka bikin orang males ngomongin: pajak.
Pertanyaannya simpel tapi pedes: apakah podcaster harus bayar pajak? Jawabannya: iya. Tapi jangan buru-buru insecure dulu, kita kulik bareng kenapa, gimana, dan apa aja implikasinya buat dunia podcast yang lagi hype di Indonesia.
Podcast awalnya dianggap cuma side hustle. Anak-anak Jaksel bikin ngobrol random di kafe, upload ke Spotify. Lama-lama brand masuk, iklan jalan, Patreon jalan, bahkan ada live show. Duit ngalir, makin serius.
Di mata DJP (Direktorat Jenderal Pajak), status lo langsung naik kelas. Lo bukan lagi “orang yang iseng bikin konten audio.” Lo adalah wajib pajak yang punya penghasilan dari karya digital.
Penghasilan ini bentuknya bisa macem-macem. Ada dari sponsor, ada dari iklan di platform (Spotify Ads, YouTube kalau lo upload versi video), ada dari listener support (Patreon, Saweria, Sociabuzz), bahkan jualan merchandise. Semua itu dihitung sebagai penghasilan. Dan penghasilan = objek pajak.
Bayangin lo podcaster baru. Setahun dapet Rp30 juta dari sponsor minuman energi plus tip random di Saweria. Di bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Rp54 juta setahun. Secara aturan, pajaknya bisa nol. Tapi lo tetep wajib lapor SPT Tahunan. Itu kuncinya.
Kalau udah di atas PTKP, langsung main di tarif progresif PPh orang pribadi. Mulai dari 5% untuk penghasilan kena pajak sampai 35% kalau lo udah level Deddy Corbuzier dengan podcast jutaan viewer.
Gue kasih simulasi biar kebayang. Anggap podcast lo dapet Rp200 juta setahun. Lo pake tarif progresif. Setelah dikurangin PTKP (anggap lo lajang, Rp54 juta), sisanya Rp146 juta. Tarif 5% untuk Rp60 juta pertama, tarif 15% untuk Rp86 juta sisanya. Total pajak yang harus dibayar sekitar Rp17,9 juta.
Kalau lo jalanin bisnis podcast bareng tim (ada editor, ada co-host, ada manajer), bisa juga lo bikin badan usaha kayak PT atau CV. Pajaknya jadi PPh Badan, bukan pribadi. Tarifnya 22% (2025 rencananya bisa turun kalau ada insentif).
Problem utama: podcaster jarang paham aturan ini. Kebanyakan nganggep “penghasilan digital” itu abu-abu. Padahal DJP udah jelas bilang, sepanjang itu income, tetap kena pajak. Sama kayak influencer, musisi indie, atau desainer freelance.
Apalagi sejak ekonomi digital jadi prioritas pemerintah, aturan makin tajem. Marketplace, fintech, bahkan e-wallet udah diawasi. Gak heran kalau ke depan, platform podcast juga diwajibin lapor data ke DJP.
Spotify misalnya. Mereka punya skema Spotify Ads, tempat brand bisa masuk langsung ke episode lo. Bayaran masuk ke akun podcaster lewat sistem revenue sharing. Kalau DJP bikin aturan kayak di YouTube, duit itu bisa otomatis kepotong pajak sebelum sampai rekening.
Patreon juga rawan. Sistemnya basis luar negeri, duit masuk ke PayPal atau Payoneer. Tapi dengan adanya CRS (Common Reporting Standard), rekening luar negeri gak lagi bisa disembunyiin. Kalau lo taro duit di Singapura, tetap bisa ketahuan.
Tapi, ada sisi menarik. Pajak bukan cuma beban. Buat podcaster yang serius, pajak bisa jadi “legitimasi.” Lo dianggap pelaku usaha beneran. Lo bisa punya NPWP, bisa dapet akses kredit bank, bisa klaim biaya produksi sebagai pengurang pajak.
Lo beli mic Shure Rp5 juta, mixer Rp10 juta, software editing berlangganan, kuota internet, bahkan sewa studio rekaman. Semua itu bisa lo masukin sebagai deductible expenses. Artinya, penghasilan kena pajak lo jadi lebih kecil, dan pajak yang dibayar jadi lebih ringan.
Masalahnya, mayoritas podcaster belum tau cara main kayak gitu. Mereka pikir pajak cuma bayar doang, padahal ada strategi buat efisiensi legal.
baca juga
- Apakah Gig Worker Perlu SPT Tahunan?
- Pajak TikTok Shop 2025
- Panduan Lapor PPN Online 2025 untuk Pebisnis dan UMKM
- Tarif PPh 21 Terbaru 2025
- Cara Isi SPT Tahunan Online 2025 untuk Karyawan dan UMKM
Kalau lo bandingin global, tren ini udah biasa. Di US, podcaster dianggap self-employed. Mereka bayar income tax plus social security. Banyak podcaster gede punya akuntan khusus. Di UK, biaya produksi bisa diklaim. Bahkan ada hibah pemerintah buat karya digital.
Indonesia belum sejauh itu. Tapi arahnya jelas. Ekonomi kreatif digital gak bisa terus di luar radar fiskus. Apalagi duit sponsor makin gede.
Ada dilema lain. Kalau podcast lo gratis, tanpa sponsor, tanpa iklan, tapi lo dapet exposure yang kemudian bikin lo dapet job MC atau speaker, apakah penghasilan itu kena pajak? Jawabannya: iya, tapi dikategorikan sebagai jasa profesional. Jadi tetap gak bisa kabur.
Tren 2025-2026 bisa makin ketat. DJP bisa aja bikin aturan khusus “Pajak Podcaster & Digital Audio Creator.” Mirip kayak digital service tax. Bisa berbentuk PPh Final 0,5% buat omzet tertentu. Bisa juga integrasi langsung dengan platform.
Jadi, tiap kali ada sponsor bayar lewat Spotify for Podcaster atau AdSense, sistem otomatis potong pajak. Simple, gak bisa ngeles.
Tapi harusnya ada insentif balik. Kalau pemerintah cuma narik pajak tanpa kasih benefit, podcaster bakal males. Bisa aja mereka pindah ke platform luar negeri full, biar lebih susah dilacak.
Solusi win-win: pemerintah kasih tax credit buat produksi konten lokal. Misalnya podcaster yang angkat isu budaya Indonesia dapet potongan pajak. Atau ada subsidi khusus buat karya audio edukatif.
Itu bikin ekosistem sehat: kreator jalan, negara dapet revenue, audiens dapet konten berkualitas.
Kita juga harus liat dimensi keadilan. Pegawai kantoran gaji UMR udah pasti dipotong pajak tiap bulan. Kenapa podcaster yang bisa dapet ratusan juta per episode justru gak bayar? Disitu logika publik jadi sensitif. Kalau influencer, YouTuber, musisi indie udah diawasi, podcaster pasti kena giliran.
Buat lo yang udah mulai serius di podcast, sekarang waktunya mikir pajak. Jangan nunggu surat cinta dari DJP. Step paling dasar:
- Daftar NPWP.
- Catat semua penghasilan dari sponsor, ads, donation.
- Catat semua biaya produksi.
- Lapor SPT Tahunan.
Kalau masih kecil, bisa pake skema UMKM (PPh Final 0,5%). Kalau gede, siap-siap main di tarif progresif.
Jangan lupa juga: kalau lo udah bikin podcast sebagai tim atau brand, mending legalisasi jadi badan usaha. Jadi jelas statusnya, pajaknya lebih transparan, dan kredibilitas di mata sponsor naik.
Jadi kesimpulannya, iya, podcaster harus bayar pajak. Sama kayak pekerja kreatif digital lain. Joget TikTok, bikin vlog YouTube, nge-stream game, sampe bikin obrolan audio di kafe – selama ada duit, pasti kena pajak.
Bedanya, kalau lo ngerti mainnya, pajak gak lagi jadi momok. Bisa jadi alat untuk bikin bisnis podcast lo naik kelas. Dari sekadar hobi, jadi usaha yang diakui negara.