Pajak untuk Creator NFT

https://sst8.com/ Pajak untuk Creator NFT – Gig Economy Baru

NFT sempet jadi kata paling seksi di internet. Tahun 2021–2022 hype-nya gila-gilaan. Dari ilustrasi digital, meme, musik, sampe koleksi profile picture yang absurd bisa dijual miliaran rupiah. Banyak orang yang sebelumnya “cuma” hobi gambar atau bikin musik tiba-tiba kaya raya dalam semalam. Di sisi lain, pemerintah di berbagai negara – termasuk Indonesia – jadi kaget: “ini pajaknya gimana?”

Kenapa penting? Karena NFT basically lahir sebagai bagian dari gig economy baru. Kalau dulu gig worker itu ojol, desainer di Fiverr, tutor online, atau YouTuber, sekarang ada segmen baru: creator NFT. Mereka bukan cuma jual jasa, tapi jual karya digital yang dibungkus teknologi blockchain.

Pertanyaan besarnya: apakah creator NFT harus bayar pajak? Kalau iya, gimana cara hitungnya?


NFT: Dari Meme Jadi Ekonomi

NFT alias Non-Fungible Token intinya adalah sertifikat digital unik di blockchain. Karya digital yang biasanya gampang di-copy-paste, lewat NFT jadi punya identitas “asli” dan bisa diperdagangkan.

Contoh paling viral: “Everydays: The First 5000 Days” karya Beeple yang laku 69 juta USD di Christie’s. Itu bikin dunia seni digital kebalik. Tiba-tiba ada orang Indonesia kayak Ghozali Everyday yang cuma upload selfie harian bisa jadi miliarder mendadak.

Dari situ, lahirlah gelombang creator baru. Mereka gak lagi harus ke galeri seni, label musik, atau agensi besar. Cukup bikin karya, minting di blockchain, jual di marketplace kayak OpenSea, Blur, atau Rarible.

Artinya? NFT bikin gig economy punya jalur baru: kreator independen yang langsung connect ke pasar global.


Income dari NFT: Penghasilan atau Aset?

Pertama-tama, mari pisahin dulu. Income creator NFT bisa datang dari:

  1. Primary Sale
    Saat pertama kali karya dijual di marketplace. Misalnya lo bikin NFT art, minting, terus ada orang beli seharga 2 ETH. Itu langsung jadi income.
  2. Royalty
    NFT uniknya adalah creator bisa dapet royalti tiap kali karyanya dijual ulang. Jadi walaupun karya lo diperdagangkan berkali-kali, lo masih dapet bagian (misalnya 5–10%).
  3. Token/Airdrop
    Kadang platform kasih insentif token ke creator aktif. Itu juga masuk income.

Sekarang masalahnya: di mata pajak Indonesia, apakah semua itu dianggap penghasilan atau aset digital?

Kalau penghasilan, ya masuk kategori PPh orang pribadi/badan. Kalau aset digital, bisa masuk skema Pajak Aset Kripto yang udah diatur sama Bappebti.


Regulasi Indonesia: Masih Abu-abu

Sampai 2025, Indonesia belum punya regulasi spesifik buat NFT. Yang ada baru pajak transaksi aset kripto: 0,11% PPh final dan 0,1% PPN. Itu berlaku kalau lo jual beli crypto di exchange resmi.

Tapi NFT? Marketplace kayak OpenSea atau Blur gak ada di daftar bursa kripto resmi Indonesia. Jadi transaksi NFT lintas negara basically gak ke-detect langsung sama DJP.

Artinya: pajak creator NFT di Indonesia masih bergantung sama kesadaran individu buat lapor di SPT Tahunan. Kalau lo jualan NFT dan dapet ETH masuk ke wallet, technically itu udah penghasilan. Begitu ditarik ke rupiah, ya harus dilaporin.


Studi Kasus: Creator NFT Indonesia

Mari bayangin contoh real:

Kasus 1 – Ilustrator Indie

  • Jual karya di OpenSea seharga 1 ETH.
  • Saat dijual, ETH = Rp30 juta.
  • Itu dianggap penghasilan Rp30 juta.

Kalau setahun total penghasilan lo dari NFT = Rp120 juta, cara hitung pajaknya:

  • Rp60 juta pertama kena 5% = Rp3 juta
  • Rp60 juta berikutnya kena 15% = Rp9 juta
  • Total = Rp12 juta setahun.

Kasus 2 – Royaltis Berulang

  • Lo dapet royalti 0,05 ETH tiap kali NFT dijual ulang.
  • Dalam setahun dapet total 0,5 ETH = Rp15 juta.
  • Itu juga dianggap income.

Kasus 3 – Creator Kaya Raya

  • NFT laku Rp10 miliar (kayak Ghozali).
  • Karena itu penghasilan besar, pajak progresif bisa nyampe 30–35%.
  • Artinya, bisa kena Rp3–3,5 miliar pajak.

Pertanyaannya: ada gak creator yang bener-bener lapor segede itu?


Masalah Utama Creator NFT

  1. Anonimitas Blockchain
    Pemerintah susah tracking karena transaksi NFT di wallet gak terhubung ke NPWP.
  2. Valuasi Fluktuatif
    ETH atau crypto lain harganya naik turun. Jadi, pajak dihitung pakai kurs mana? Saat minting, saat dijual, atau saat ditarik ke rupiah?
  3. Marketplace Luar Negeri
    Sebagian besar transaksi NFT gak lewat platform Indonesia. Jadi gak ada pemotongan pajak otomatis.
  4. Literasi Pajak Rendah
    Banyak creator mikir: “kan cuma gambar di OpenSea, kenapa kena pajak?”

Perbandingan Global

Negara lain udah mulai serius mikirin pajak NFT.

  • AS: NFT dianggap aset digital. Jadi kalau dijual, kena pajak capital gain. Tapi kalau creator jual pertama kali, dihitung sebagai penghasilan biasa.
  • UK: Sama, ada beda antara “trading income” dan “capital gains.” Creator kena income tax, kolektor kena capital gains tax.
  • India: Semua aset digital virtual kena pajak 30%. Itu flat, gak peduli creator atau kolektor.
  • Singapura: Pajak cuma kalau NFT dianggap bisnis reguler. Kalau hobi, bisa bebas.

Indonesia masih ketinggalan. Belum ada kejelasan apakah NFT masuk “aset kripto” atau “karya seni digital.”


NFT Sebagai Bagian Gig Economy

Kalau kita tarik ke konsep gig economy, NFT sebenarnya cuma variasi baru. Bedanya:

  • Gig worker lain jual jasa → langsung dapet fee.
  • Creator NFT jual karya → dapet fee + potensi royalti jangka panjang.

Jadi NFT bikin gig economy lebih kaya model bisnis. Bukan sekadar one-time job, tapi ada recurring income dari penjualan ulang.

Pemerintah harus ngeliat ini sebagai sektor potensial. Karena kalau dikelola baik, pajaknya bisa jadi sumber baru untuk negara.


Simulasi Pajak Kreator NFT Indonesia

Bayangin lo kreator NFT dengan income variatif:

  • Primary sale: Rp500 juta
  • Royalty: Rp100 juta
  • Total: Rp600 juta

Pajak progresif (pakai tarif 2025):

  • Rp60 juta × 5% = Rp3 juta
  • Rp190 juta × 15% = Rp28,5 juta
  • Rp250 juta × 25% = Rp62,5 juta
  • Rp100 juta × 30% = Rp30 juta
  • Total = Rp124 juta

Jadi hampir 20% income lo lari ke pajak.

Kalau sistem kayak India diterapin (flat 30%), pajaknya lebih parah: Rp180 juta.


Risiko Kalau Gak Lapor

  1. Tracking Digital
    DJP makin banyak kerjasama internasional. Data wallet bisa dilacak kalau masuk ke exchange resmi.
  2. Mutasi Bank
    Begitu lo tarik ETH ke rupiah dan masuk rekening, jumlah besar bakal ketauan.
  3. Sanksi
    Kalau ketahuan ngemplang, ada denda sampe 200% dari pajak terutang.
  4. Trust Issues
    Creator NFT yang sukses tapi gak bayar pajak bisa dicap negatif publik.

Masa Depan Pajak NFT di Indonesia

Prediksi 2026 ke depan:

  • NFT Masuk Skema Pajak Aset Kripto
    DJP dan Bappebti bisa nyatuin aturan, jadi NFT otomatis kena pajak transaksi.
  • Platform Lokal Wajib Potong Pajak
    Kalau ada marketplace NFT Indonesia, mereka wajib setor pajak creator.
  • Royalty Digital Diatur
    Mungkin ada tarif final khusus buat royalti NFT biar gak ribet.
  • AI Tracking Wallet
    DJP bisa pake AI buat deteksi transaksi mencurigakan di blockchain.

Kalau semua itu jalan, creator NFT gak bisa lagi ngumpet di balik dompet digital.


baca juga

Jadi, balik ke pertanyaan awal: apakah creator NFT harus bayar pajak?

Jawabannya: iya. Di mata hukum pajak, semua penghasilan yang lo terima – baik rupiah, dolar, ETH, atau koin meme – tetep dihitung sebagai income.

Masalahnya sekarang bukan soal perlu atau enggak, tapi soal gimana cara hitungnya dan regulasi apa yang dipakai.

NFT memang gig economy baru, tapi prinsip dasarnya sama: kalau lo dapet uang dari karya atau jasa, ya ada kewajiban pajak. Bedanya, kali ini bukan cuma desain logo atau jadi driver ojol, tapi karya digital yang bisa mendunia.

Dan justru di sini lah peluangnya. Kalau pajak NFT diatur dengan jelas, creator Indonesia bisa makin pede masuk pasar global tanpa takut tiba-tiba ditagih miliaran. Tapi kalau aturan tetep abu-abu, kita cuma nunggu waktu sampai ada kasus besar kayak “Ghozali vs DJP”.

Pertanyaan buat kita semua: apakah pemerintah siap nyamain langkah dengan revolusi gig economy yang makin digital, atau masih kejar-kejaran di belakang hype?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top